Hei ! Hello :D
Kamis, 20 Oktober 2011
Oleh: Barbara E. Hoffman
Lampu menjadi redup sewaktu volume musik ditingkatkan. Tiga puluh orang anak dengan berbagai bentuk, tinggi badan dan umur sedang menyajikan pertunjukan sendra tari di ruang olahraga sekolah/auditorium. Semua orang tua, kakek-nenek, bibi dan paman di sana. Ratusan di antara mereka mengisi tempat duduk. Ini adalah penampilan pertama cucu perempuan muda saya, Gabriella, di muka umum.
Gabriella berumur dua tahun. Dia muncul di pertunjukan sebagai seekor kelinci berwarna merah jambu dalam cerita "Keripik Binatang di Sop Saya." Dia melakukan bagiannya dengan mengagumkan, sungguhpun telinga kelincinya sudah melorot ke wajahnya selama gerakan atletik yang dilakukannya dan melingkar di lehernya pada seutas karet elastik. Sesudah beberapa kali mencoba memasang kembali telinganya, dia membiarkannya menggantung seperti sebuah anting. Gerakannya ditutup oleh sebuah koor dari barisan anggota dunia hewan.
Dua jam lewat, dan pertunjukan ditutup. Tiga puluh orang anak dan remaja dijejerkan di panggung, yang berumur dua dan tiga tahun di muka dan yang enam belas tahun di belakang, dengan umur lain mengisi tempat di antaranya - untuk penilaian akhir dan pemberian trofi.
Kelinci merah jambu dengan telinga dipegang di tangan kiri melangkah keluar dari barisan, menyeberang ke panggung depan dan dengan diam-diam berdiri di depan meja presenter yang terdapat trofi-trofi. Tangan kanannya terulur ke atas ke arah trofi, tetapi masih tidak sampai sekitar dua inchi dari dasar meja tofi. Namun presenter nampak benar-benar tak sadar akan adanya kelinci merah jambu yang diam-diam berada tepat di bawah tatapannya.
Sewaktu dia membaca nama yang terdapat di trofi, seorang wanita muda menyeruak dari kelompoknya dan mengambil trofi melewati kepala kelinci merah jambu yang masih berdiri dengan tangan diulurkan, menunggu untuk menerima trofi pada giliran berikutnya.
Di sini dimulailah kejadian yang paling menakjubkan dari sebuah kelompok tari dinamis yang pernah saya saksikan, yang dilakukan oleh anak berumur dua tahun yang dalam diamnya - yang menyatukan ratusan orang di tempat itu selama sekitar sepuluh menit.
Getaran jiwa memacu tarikan nafas kelinci merah jambu saat masing-masing trofi melewati tangannya yang terulur. Dengan kesabaran yang teguh dan kepastian, dia menunggu.
Sepuluh nama dibacakan dan sepuluh trofi sudah dibagikan. Sungguhpun begitu dia tetap menunggu dengan tangan bertahan terulur tinggi.
Di sekitar bilangan trofi ke dua puluh, perjuangan seekor kelinci merah jambu mulai terbaca dari bahasa tubuhnya oleh hadirin yang sangat bersimpati. Mata kelinci melorot ke telinga karena tangannya dipakai untuk menahan tangan yang lainnya dan suatu saat wajahnya tertunduk.
Dalam diam saya berkata dalam hati... "Tidak, tidak, Tidak ada yang perlu dilakukan terhadap telingamu yang lepas. Kamu tidak gagal. Kamu pasti dapat trofi. Bertahanlah!"
Pengumuman presenter dilanjutkan, dan ekspresi wajah kelinci berubah menjadi jengkel. Kedua tangannya menutup bibirnya, bibir bawahnya mencibir, wajah kecilnya miring ke atas sampai sudut yang paling ekstrim, tetapi tetap tak ada trofi.
'Seekor' kera berumur dua tahun dari kelompok tarian yang sama bergabung dengan kelinci di panggung sebelah kanan dan berbicara dengan berbisik. Mata kelinci dan kera memandang dari kotak trofi itu kepada presenter... berbisiknya menjadi lebih seru. Hadirin menambahkan kata di pikiran mereka terhadap pemandangan yang ada di panggung.
Si kera berbisik keras, "Kamu bisa menjatuhkan dia (presenter) pada kakinya, dan aku bisa mengambil dua trofi, melompat ke depan panggung dan lari ke luar dari pintu belakang."
Sekarang, hadirin tertawa terbahak-bahak, beberapa mengentak lantai seolah-olah untuk memaksakan gelak tawa lebih cepat. Beberapa orang memegang perut untuk mencegah gelak tawa menyembur keluar dan mengusap air mata yang mengalir di pipi.
Sesudah mempertimbangkan rencana itu, kelinci merah jambu menggeleng-gelengkan kepala, "bukan" - dan rencana dibuang. Kera mundur kembali ke barisannya dan hadirin kembali tenang di tempat duduk mereka.
Dengan alasan yang tidak jelas, presenter terus mengabaikan kelinci merah jambu yang ada di depannya.
Dua puluh tiga trofi sudah dibagikan dan masih belum ada trofi untuk Gabriella.
Kelinci memperlihatkan tanda putus asa; matanya sayu, bibir bawahnya bergetar.
Lagi, ada gelombang dorongan diam dari hadirin yang melewati panggung, dan beberapa berbisik... "Jangan menyerah"... dan "giliranmu pasti datang."
Kelinci membuat keputusan.
Dia masih berdiri di depan lutut presenter. Mukanya menengadah dengan pengharapan dan secara perlahan tangannya terulur ke atas seperti yang telah dilakukannya dari menit pertama sampai ke dua puluh. Suara-suara hadirin gemuruh terdengar, seperti sebuah dengungan raksasa.
Akhirnya ... trofi kedua puluh sembilan adalah untuk Gabriella.
Saat diberikan ke tangan kelinci merah jambu, seluruh hadirin berdiri dan bersorak dengan suara yang sangat keras, sangat lama - sebuah sambutan yang paling emosional di malam itu. Sambutan untuk yang anak berumur dua tahun dengan baju kelinci yang memberikan pelajaran tentang kepercayaan, kebulatan tekad dan kesabaran.
Labels: Story
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)